Indonesia Di Masa Orde Baru
Kelahiran Orde Baru
1. Latar Belakang dan Proses Lahirnya Orde Baru
Kelahiran pemerintahan orde baru dapat diurutkan dalam rentetan peristiwa politik di Indonesia pada akhir kekuasaan orde lama yaitu setelah terjadinya drama berdarah G 30 S/PKI. Akibat peristiwa tersebut menimbulkan reaksi dari berbagai pihak yang masih loyal dan setia pada Pancasila dan UUD 1945.
Gelombang aksi dari mahasiswa, pelajar, organisasi profesi dan organasasi massa yang lain menuntut pemerintah untuk segera mengatasi kemelut yang terjadi, mereka bersatu membentuk Front Pancasila, mereka menuntut penyeiesaian secara politik pada mereka yang terlibat dalam gerakan yang mendukung G 30 S/PKI.
Kesatuan aksi yang muncul yaitu : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) dan Iain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan 66.
Kelompok yang tergabung dalam Front Pancasila menjalankan aksi pada tanggal 8 Januari 1966 di gedung sekretariat Negara, menyampaikan pernyataan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah tidak dapat diterima. Pada tanggal 12 Januari 1966 berdemo dihalaman gedung DPR-GR mengajukan tuntutan yang disebut TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) yang isinya sebagai berikut :
- Pembubaran PKI beserta organisasi masanya.
- Pembersihan Kabinet Dwikora.
- Penurunan harga-harga barang.
Tanggal 15 Januari 1966 Senat mengadakan sidang Kabinet Dwikora, Presiden Soekarno menuduh jika aksi-aksi yang dilakukan Mahasiswa untuk menentang Pemerintah merupakan skenario dari Amerika Serikat melalui CIA (Central Intelligent Agency).
Sebenarnya tuntutan mahasiswa melalui Tritura sudah ada yang dipenuhi yaitu Perombakan Kabinet pada tanggal 21 Februari 1966. Tetapi karena kabinet yang disebut dengan nama Kabinet Seratus Menteri ini masih mengikut sertakan orang-orang PKI maka tetap tidak memuaskan hati rakyat.
Sehingga aksi-aksi tetap berjalan dan meluas di jalan-jalan, bahkan berusaha masuk di istana Negara tetapi dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sampai menimbulkan korban bernama Arif Rahman Hakim (mendapat sebutan Pahlawan Ampera).
Pada saat sidang Kabinet Dwikora sedang berlangsung tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Waperdam II Dr. J. Leimena.
Selanjutnya Presiden dan dua Waperdam yang lain menuju istana Bogor. Setelah sidang selesai tiga perwira TNI AD yaitu Basuki Rahmat, M. Yusuf dan Amir Mahmud menemui Letjen Soeharto untuk minta izin menghadap Presiden Soekarno.
Setelah berhasil menghadap Presiden Soekarno, para perwira tersebut menyampaikan pesan dari Soeharto yang pada intinya siap untuk menyelesaikan masalah dan kemelut politik dan memulihkan keamanan dan ketertiban. Hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah kepada Pangad dan Pangkopkamtib yang disebut dengan istilah Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966)
Dengan turunnya Supersemar tersebut dianggap sebagai tonggak awal Orde Baru yang bertekat untuk meletakkan kembali landasan konstitusional dan kewibawaan pemerintah.
2. Pengertian Orde Baru
Orde baru adalah suatu tatanan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang diletakkan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau. Disamping itu juga berupaya menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Untuk mewujudkan tuntutan rakyat (TRITURA) maka sebagai pengemban Supersemar Soeharto mengeluarkan keputusan pembubaran PKI beserta ormasnya pada tanggal 12 Maret 1966. Hal ini menimbulkan polemik antara Presiden Soekarno dengan Soeharto sebagai pengemban Supersemar.
Selanjutnya jawaban atas tuntutan rakyat secara tegas diputuskan dalam ketetapan sebagai berikut :
- Pengukuhan tindakan pengemban Surat Perintah Sebelas Maret yang membubarkan PKI beserta organisasi massanya pada sidang umum MPRS ke 4 dengan ketetapan MPRS No. IX / MPRS /1966
- Pelarangan paham dan ajaran Komunisme / Marxisme-Leninisme di Indonesia dengan Tap MPRS No. XXV / MPRS / 1966
- Pelurusan kembali tertib kontitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum dengan TAP MPRS No. XX / MPRS / 1966
Perkembangan di masyarakat bukan semakin baik tetapi semakin gawat, karena konflik antar pendukung ORLA dan ORBA tak bisa dihindari. Kekurang tegasan Presiden Soekarno mengambil putusan terhadap peristiwa G 30 S/PKI menyebabkan kondisi politik mengalami instabilitas.
Atas dasar kondisi masyarakat yang seperti itu maka DPR-GR mengambil sikap bahwa kondisi tersebut hanya bisa diselesaikan secara konstitusional. Untuk itu pada tanggal 3 Februari 1967 DPR-GR menyampaikan resolusi yang berisi anjuran untuk melaksanakan sidang istimewa kepada Ketua Presiden Kabinet dengan acara pertanggung jawaban kepada Presiden Soekarno.
Dalam pidato pertanggung jawaban Presiden Soekarno memberikan nama Nawak Sara (nawa aksara sembilan huruf) ternyata pertanggung jawaban tidak bisa diterima. Pada akhirnya Presiden Soekarno menyerahkan pemerintahan kepada Soeharto yang dilakukan oleh MPRS dalam sidang istimewa dengan ketetapan No.XXX III / MPRS/1967.
Dengan demikian selesailah suatu era yang disebut masa kekuasaan Orde Lama dan berganti dengan era kekuasaan Orde Baru.
Perjuangan dan Kebijakan Orde Baru Serta Menguatnya Peran Negara
Perjuangan dan Kebijakan Orde Baru
Sebagai pengemban Supersemar maka Pangkopkamtip / Pangkostrad segera melakukan tindakan tegas antara lain.
- Membubarkan PKI dan ormas-ormasnya 12 Maret 1966.
- Membersihkan kabinet dan mengadili mereka – mereka yang terlibat dalam G 30 S/ PKI pada tanggal 18 Maret 1966.
- Membentuk Kabinet Ampera sesuai dengan Tap. MPRS No. XIII/MPRS/1966.
Tugas Kabinet Ampera (Dwi Dharma)
- Mengusahakan stabilitas politik.
- Mengusahakan stabilitas ekonomi
Program kerja Kabinet Ampera (Catur Karya)
- Perbaikan ekonomi rakyat
- Melaksanakan pemilu yang berazaskan luber
- Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif untuk menunjang kepentingan nasional
- Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme
Pada tanggal 27 Maret 1968 MPRS mengangkat Letjen Soeharto sebagai Presiden berdasar ketetapan MPRS No. XLJV/MPRS/1968. Segeralah dibentuk kabinet baru dengan nama Kabinet Pembangunan I yang dilantik tanggal 10 Juni 1968.
Dalam rangka menegakkan stabilitas nasional, maka pemerintah orde baru melakukan beberapa usaha antara lain
- Menciptakan stabilitas politik
- Menciptakan stabilitas ekonomi
- Melaksanakan pembangunan nasional
- Penataan pelaksanaan politik luar negeri
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan program tersebut di atas adalah sebagai berikut
a. Dalam Negeri
1. Perombakan Anggota DPR-GR
Tujuan: untuk memulihkan demokrasi. Cara yang dilakukan dengan mengatur komposisi keanggotaan DPR-GR yang terdiri dari wakil partai politik dan golongan karya.
2. Penyederhanaan partai politik, ormas
Dilakukan sejak tahun 1971 dengan mengelompokkan partai menjadi tiga
- Kelompok Demokrasi Pembangunan (PNI, Parkindo, IPKI, Partai Katolik, Murba)
- Kelompok Persatuan Pembangunan (NU, PARMUSI, PSII, Perti)
- Kelompok Golongan Karya / Kelompok Organisasi Profesi (buruh, tani, nelayan, seniman, dll)
b. Luar Negeri
- Kembali melaksanakan politik luar negeri bebas aktif
- Normalisasi hubungan dengan Malaysia, Singapura
- Kembali aktif sebagai anggota PBB lagi 28 September 1966
- Memperluas kerjasama dengan negara lain sebagai contoh:
Perkembangan kebijakan-kebijakan Orde Baru selanjutnya.
Setelah kondisi politik dapat dikendalikan maka pemerintah segera melakukan realisasi pembangunan nasional malalui progam pembangunan jangka pendek dan program pembangunan jangka panjang. Pembangunan jangka pendek dirancang dalam program PELITA (Program Pembangunan Lima Tahun) dan program pembangunan jangka panjang yang dilakukan dengan program pembangunan dua puluh lima tahun.
Sebagai dasar landasan mewujudkan pembangunan nasional yaitu :
- Pancasila sebagai landasan ideologis
- UUD 1945 sebagai landasan konstitusional
- Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan operasional, yang dijabarkan dalam Program-progam Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA)
Disamping itu juga berpegang pada Trilogi Pembangunan yaitu sebagai berikut :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis.
Dan sejak PELITA ke-3 berpegang pada delapan jalur pemerataan yaitu sebagai berikut :
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan perumahan.
- Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha.
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
- Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Proses Menguatnya Peran Negara
Proses menguatnya peran Negara (pemerintah) pada masa orde baru sedikit banyak dipegaruhi oleh situasi dan kondisi masyarakat Indonesia pada awal-awal Iahirnya Orde Baru, seperti instabilitas sosial-politik, pluralitas masyarakat, primordialisme, dan politik yang dipandang bisa menjadi sumber kerawanan bagi terciptanya stabilitas Nasional dan Pembangunan.
Oleh karena itu pemerintah Orde Baru menciptakan berbagai instrumen politik yang berfungsi untuk mengontrol dan menguasai masyarakat dalam rangka terciptanya stabilitas antara lain
- Peraturan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) /Eka Prasetya Panca Karsa.
- Dwi Fungsi ABRI, yakni ABRI disamping sebagai kekuatan HANKAM, juga sebagai kekuatan sosial politik
- Pemilu (sejak tahun 1971)
Dengan lembaga-lembaga dan cara seperti tersebut di atas, maka pemerintah orde baru dapat mengontrol masyarakat demi terciptanya stabilitas, baik sosial maupun politik yang merupakan syarat kelancaran program pembangunan nasional.
Peran menguatnya peran Negara pada dasarnya di pengaruhi atas tiga hal yaitu
a. Militer
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 132/1967, maka ABRI terdiri atas Angkatan darat (AD), Angkatan Laut ( AL ), Angkatan Udara ( AU ), dan Angkatan Kepolisian ( AK). Masing masing angkatan di pimpin panglima angkatan yang bertanggung jawab kepada Menhankam Pangab.
Sejarah menguatnya peran militer di bidang pemerintahan dan sosial kemasyarakatan di picu oleh dua faktor utama berikut :
- Konsepsi “jalan tengah” yang di keluarkan oleh A.H. Nasution pada bulan Nopember 1958. Konsepsi itu menjadi itu menjadi awal dari Wacana dwifungsi ABRI di dalam bidang pemerintahan. Berdasarkan konsepsi itu, anggota perwira-perwira ABRI di turunkan dalam perusahaan Belanda yang di nasionalisasi oleh pemerintah. Secara otomatis militer memiliki hak menguasai sektor sipil.
- Momentum pemberantasan PKI pada era pasca tragedi G 30 S/PKI yang di lakukan oleh militer bersama masyarakat. Hal ini kemudian mejadi alat legitimasi sosial akan adanya wacana dwifungsi ABRI. Faktor kedua ini menjadi sebab semakin menguatkan legitimasi militer atas pemerintahan dan warga Negara .
b. Golkar
Golkar di dirikan pada tanggal 20 Oktobcr 1964, Bibit kemunculan Golkar pada tabun 1960 :
- Pertama, Golkar ingin membawa semangat anti-ideologi partai.
- Kedua, golkar melihat bahwa pada dasarnya berdasar pada semangat anti- ideologi partai , Golkar tidak akan bersifat mengarah ke gerakan - gerakan yang bersifat radikal, melainkan sebagai organisasi masyarakat ( ormas ).
Setelah Soeharto naik ke kursi kepresidenan , Golkar menjadi penaung kekuasaan selama 32 tahun. Keterkaitan antara Golkar dan Presiden Soeharto di latar belakangi oleh kedekatan keduanya pada masa penentangan kekuatan komunis diawal periode 1960-an.
Kemudian pada pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1971, Golkar mendulang kemenangan mutlak atas partai politik lainnya. Hal ini di dasari oleh prinsip monoloyalitas yang ada pada kalangan pegawai negeri sipil ( PNS ) yang diharuskan memilih Golkar pada pemilu tersebut.
Kemenangan Golkar terus berlangsung pada pemilu berikut-berikutnya pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Bahkan setelah turunnya presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, Golkar tetap menempati urutan ke-2 pada pemilu tahun 1998.
c. Bantuan Luar Negeri
Pemerintahan Orde Baru yang di pimpin oleh Soeharto sangat berbeda dengan pemerintahan yang di pimpin oleh Soekarno. Kemungkinan masuknya bantuan luar negeri dan interverensi ekonomi nasional yang tertutup pada masa pemerintahan Soekarno mulai di buka pada masa pemerintahan Soeharto.
Strategi Soeharto dalam mengalokasikan dana bantuan luar negeri untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia di satu sisi, mengandung kebaikan karena angka kesejahteraan rakyat menjadi meningkat. Dukungan legitimasi terhadap pemerintahan Orde baru pun menjadi semakin kuat karena rakyat menilai bahwa di masa Orde Baru, kesejahteraan mereka terjamin secara optimal.
Namun, di lain sisi, dana bantuan luar negeri ini merupakan hutang Negara yang harus di bayarkan oleh Indonesia, lengkap dengan bunganya. Di tahun 1990 hutang luar negeri Indonesia mencapai angka US$ 54 miliar.
Berbagai masalah yang melanda Orde Baru berpuncak pada terjadinya krisis ekonomi pertengahan 1997 dan berimbas menjadi krisis kepercayaan dan multidimensional yang mengakibatkan jatuhnya rezim Orde Baru.
Dalam perkembanganya, kekuasaan pemerintah orde baru manjadi sangat beşar dalam pratiknya, melebihi aturan-aturan secara teoritis konstitusional.
Pertumbuhan dan Mobilitas Penduduk Masa Orde Buru.
1. Pertumbuhan Penduduk Masa Orde Baru.
Pertumbuhan penduduk adalah bertambahnya jumlah penduduk suatu daerah yang disebabkan oleh kelahiran, kematian dan migrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk :
- Faktor Demografi yaitu kelahiran, kematian.
- Faktor Non Demografı yaitu tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat kesejahteraan.
Pada masa orde baru, masalah pertumbahan penduduk tak luput dari perhatian. Dalam pola dasar pembangunan Nasional, masalah kependudukan (jumlah penduduk)vdijadikan sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional. Dalam hal ini, pemerintah orde baru berpendapat bahwa penduduk sedikit-banyak mempengaruhi rencana dan masa depan pembangunan Nasional.
Pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat adil-makmur sebagai pengamalan pancasila kurang signifikan apabila pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan.
Pertumbuhan penduduk Indonesia pertahun selama 1980-1990 1,97 % dan periode tahun 1990-2000 1,49 %. Ini sudah menunjukkan satu penurunan dibanding awal Orde baru periode 1970-1980 rata-rata 2,5 %.
Namun demikian pertambahan ini masih cukup tinggi sehingga dilakukan upaya pengendalian jumlah penduduk tersebut melalui :
- Program KB
- Peningkatan tunjangan pendidikan
- Peningkatan bidang kesehatan
- Aturan tentang umur perkawinan, misalnya laki-laki umur 25 dan perempuan umur 20 tahun dan UU No. 1 tahun 1974
Oleh karena itu pelaksanaan Keluarga Berencana mutlak diperlukan untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Maka dibentuklah badan yang bertugas mengkoordinasikan program Keluarga Berencana yaitu BKKBN pada tahun 1970 yang berhasil mengendalikan laju pertumbuhan penduduk secara signifikan,
2. Mobilitas Penduduk Masa Orde Baru
Sebagaimana pertumbuhan penduduk, Mobilitas penduduk juga menjadi perhatian Pemerintah Orde Baru. Mobilitas penduduk bersumber pada interaksi atau hubungan timbal-balik antara sesama manusia baik dalam satu wilayah ataupun dengan wilayah lainnya, misalnya antara deşa dengan desa, deşa dengan kota, dan kota dengan kota. Hubungan yang bersifat timbal-balik ini akan menimbulkan gejala, fenomena, maupun persoalan-persoalan baru baik positif ataupun negatif bagi keduanya.
Berkaitan dengan hal itulah, maka pemeritah orde baru berusaha mencegah ancaman terhadap stabilitas nasional yang dapat mengganggu pembangunan nasional, karena tidak dipungkiri bahwa sekalipun hubungan timbal balik di satu sisi membawa pengaruh positif, akan tetapi disisi lain akan membawa aspek baik sosial, ekonomi, dan budaya.
Jenis mobilitas penduduk yaitu :
- Mobilitas penduduk tidak permanen (sirkuler) Contoh: mobilitas harian, mobilitas
- Mobilitas penduduk permanen (migrasi) Contoh: imigrasi, emigrasi, remigrasi, urbanisasi, transmigrasi, ruralisasi.
Post a Comment for "Indonesia Di Masa Orde Baru"