Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pelaksanaan Revolusi Hijau di Indonesia pada Masa Orde Baru

Daftar Isi [Tampilkan]

Pengertian Revolusi Hijau

Revolusi hijau (green revolution) adalah pengembangan teknologi pertanian untuk pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, terutama tanaman serelia, (bahan makanan pokok seperti gandum, jagung, padi, kentang, sagu). Jadi tujuan revolusi hijau adalah untuk mencukupi tanaman pangan penduduk.

Metode yang ditempuh revolusi hijau dapat berbagai cara, seperti : memperkenalkan tanaman baru, penggunaan pupuk (pupuk kimia), peningkatan irigasi, perlindungan tanaman dari hama dan penyakit, serta pengenalan varietas tanaman jenis unggul.

Ciri-ciri revolusi hijau

  1. Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi
  2. Menggunakan bibit unggul
  3. Pengelolaan tanah yang maju
  4. Penggunaan teknologi modern

Latar Belakang Revolusi Hijau

  1. Pertambahan penduduk yang pesat.
  2. Lahan pertanian yang sempit.
  3. Kebutuhan pangan yang meningkat akibat pertambahan penduduk yang cepat.
  4. Mengupayakan penambahan hasil produksi pertanian untuk mengimbangi jumlah penduduk yang pesat tersebut.
  5. Kerusakan lahan pertanian akibat ulah manusia seperti perang dan penebangan liar.

Gagasan revolusi hijau bermula dari hasil penelitian dan pendapat Thomas Robert Malthus yang ditulis dalam buku Essay on The Principle of Populations pada tahun 1878 yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk berjalan lebih cepat dibandingkan dengan tingkat produksi pertanian. Menurut Malthus, pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung.

Dampak pernyataan Robert Malthus tersebut antara lain sebagai berikut :

  1. Muncul usaha setiap penduduk untuk mengendalikan jumlah kelahiran yang ada.
  2. Timbul usaha untuk mengembangkan dan mengadakan penelitian guna menemukan bibit unggul untuk meningkatkan hasil pangan.

Usaha untuk menemukan bibit unggul yang menjadi fokus revolusi hijau dimulai pada akhir Perang Dunia I. Hal ini terjadi karena Perang Dunia I membawa kehancuran Iahan pertanian di Eropa sehingga mengancam produksi pangan.

Usaha penemuan bibit unggul untuk produksi pangan pasca Perang Dunia I disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation yang melakukan penelitian pertanian di negara Mexico, Philipina, India, dan daerah pertanian akibat Perang Dunia II mengakibatkan menurunnya produksi pertanian.

Penelitian dalam Rangka peningkatan Revolusi Hijau

Penelitian ini dilakukan setelah tahun 1970 dan disponsori oleh Ford and Rockeffeler Foundation. Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu

  1. International Maize and Wheat Improvement Centre di Mexico
  2. International Rice Research Institute di Philipina

Kedua pusat penelitian itu bertujuan untuk mencari dan mengembangkan berbagai varietas tanaman penghasil biji-bijian dan buah-buahan dalam skala luas yang berproduksi tinggi. Salah seorang tokoh penelitiannya adalah Norman E. Bourlang (ahli agronomi Amerika Serikat), yang pada tahun 1971 menerima hadiah nobel dalam bidang kemanusian. 

Berkat penelitian tersebut ternyata dapat meningkatkan hasil produksi pertanian di beberapa Negara. Selanjutnya sebagai realisasi perhatian dunia dalam peningkatan produksi pertanian, maka pada tahun 1970 di bentuk Colsultation Group for International Agriculture Research (CGIAR), yang bertujuan membantu pusat-pusat penelitian pertanian international

Adapun keuntungan dari revolusi hijau dalam rangka meningkatkan produksi pertanian adalah sebagai berikut :

  1. Menambah lapangan pekerjaan
  2. Meningkatkan hasil pertanian
  3. Merangsang perkembangan ekonomi masyarakat
  4. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya teknologi.

Revolusi Hijau di Indonesia

Revolusi hijau di Indonesia berkembang sejak dikeluarkan UU Agraria tahun 1870 yang mengakibatkan meluasnya perusahaan swasta Belanda di bidang pertanian dan perkebunan. Pada tahun 1904 Indonesia pernah menjadi penghasil gula terbesar didunia.

Pada zaman pendudukan Jepang revolusi hijau di Indonesia mengalami kemunduran total. Setelah masa kemerdekaan, revolusi hijau dikembangkan lagi, dimana tanaman rakyat dan perkebunan pemerintahan ditata kembali dalam rangka meningkatkan produksi pangan.

Usaha pemerintah dalam revolusi hijau ini lebih nyata dan dapat dirasakan hasilnya oleh rakyat setelah masa pemerintahan orde baru. Pada masa tersebut, revolusi hijau dilaksanakan secara terprogram, sistematis, dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam pelaksanaannya revolusi hijau dimasukkan dalam program Pelita, terutama untuk meningkatkan hasil produksi tanaman pertanian dan perkebunan. Metode-metode khusus yang ditempuh oleh pemerintah antara lain sebagai berikut :

  1. Bimbingan massal (bimas);
  2. Intensifikasi massal (inmas);
  3. Intensifikasi khusus (insus), yang kemudian ditingkatkan menjadi “supra insus”
  4. Sapta Usaha Tani, yang meliputi :
    1. Pengolahan tanah secara intensif
    2. Penggunaan varietas unggul
    3. Pengairan (irigasi)
    4. Pemupukan
    5. Pemberantasan hama
    6. Pengaturan populasi jarak tanam
    7. Pengolahan pasca panen

Hasilnya adalah tercapainya swasembada pangan yang dapat terwujud sejak tahun 1988. Atas hasil ini Indonesia mendapatkan penghargaan dari FAO.

Selanjutnya untuk meningkatkan produksi pangan dan pertanian umum dilakukan lima usaha pokok, yaitu sebagai berikut :

  1. Intensifikasi : peningkatan produksi pertanian dengan penggunaan teknologi tepat guna, pemanfaatan sarana produksi (bibit unggul, pestisida dan pupuk)
  2. Ekstensifikasi : peningkatan produksi dengan perluasan area tanaman
  3. Diversifikasi : peningkatan produksi dengan penganeka ragaman tanaman (usaha tani)
  4. Rehabilitasi : peningkatan produksi dengan pemulihan kemampuan daya produksi pertanian yang sudah kritis
  5. Mekanisasi : peningkatan produksi dengan menggunakan tenaga / peralatan mesin Dalam rangka Pelita I sampai Pelita VI, yang sedang berjalan, pemerintah juga meningkatkan penghijauan untuk tanah-tanah kritis, dan melaksanakan reboisasi lahan yang kritis.

Dampak Revolusi Hijau

Dampak positif penerapan revolusi hijau, antara lain 

  1. Meningkatkan produksi pertanian / perkebunan;
  2. Berkembang industri pertanian (traktor, pupuk);
  3. Memenuhi kebutuhan pangan.

Dampak negatif revolusi hijau, antara lain

  1. Terjadi pencemaran lingkungan terutama terhadap tanah karena penggunaan pupuk kimia yang berlebihan;
  2. Tidak adanya penganekaragaman jenis tanaman yang ditanam menyebabkan terjadi penumpukan hasil sehingga menurunkan harga jual;
  3. Akibat mengejar jumlah lahan pertanian yang digunakan untuk tanaman pangan, menyebabkan banyak hutan ditebangi untuk keperluan tersebut sehingga berkurang jumlah hutan. Akibatnya tempat peresapan air tanah dan sumber air berkurang.
  4. Penggunaan pupuk, obat-obatan kimia secara berlebihan juga dapat mengakibatkan terjadinya entrofikasi (perkembangbiakan tumbuhan air yang sangat cepat).
  5. Terputusnya mata rantai makanan yang merupakan ekosistem, akibatnya terbunuhnya kelompok makhluk tertentu yang merupakan predator dari yang lain oleh penggunaan zat-zat kimia, sehingga berakibat mengganasnya hama tanaman tertentu yang merugikan petani.
  6. Disadari atau tidak, revolusi hijau ikut menambah jumlah pengangguran, akibat penggunaan hasil-hasil teknologi.

Post a Comment for "Pelaksanaan Revolusi Hijau di Indonesia pada Masa Orde Baru"