Pengertian, Sejarah dan Pahala Shalat Tarawih dan Witir
Pengertian Tarawih dan Witir
Pengertian shalat tarawih adalah shalat yang dilaksanakan khusus pada bulan Ramadhan dan hukum melaksanakan salat tarawih adalah sunah muakkadah. Sedangkan waktu pelaksanaan shalat tarawih adalah setelah shalat isya’ hingga terbit fajar.
Tarawih dalam Bahasa arab adalah bentuk jama’ dari tarwihah yang diartikan sebagai “waktu sesaat untuk istirahat”. Disebut shalat tarawih karena pelaksanaannya diselingi istirahat.
Pada zaman sahabat, waktu istirahat tersebut diisi dengan membaca al Qur'an, dzikir dan bagi sahabat yang tinggal di Makkah diselingi thawaf.
Shalat Witir adalah shalat yang dikerjakan dengan rakaat ganjil. Jumlah rakaatnya minimal satu rakaat dan maksimal 11 rakaat. Witir secara bahasa berarti ganjil, maka kita diperbolehkan memilih 1 rakaat, 3, 5, 7, 9 atau 11 rakaat. Sedangkan shalat Witir yang dikerjakan setelah shalat tarawih jumlah rakaatnya biasanya tiga. Untuk shalat witir di luar Ramadhan jumlah rnaksimalnya adalah 11 rakaat.
Waktu shalat witir adalah setelah shalat isya' hingga terbitnya fajar. Sedangkan untuk bulan Ramadhan, shalat Witir dilaksanakan setelah shalat Tarawih. Shalat Witir akan lebih baik digunakan untuk penutup shalat malam.
Sejarah Tarawih
Shalat Tarawih mulai dikenal sejak Jaman Khalifah Umar bin Khatthab. Baik dari segi namanya maupun tata cara sholat tarawih berjamaah. Pada masa Rasulullah Saw. shalat ini belum dilakukan secara berjama'ah, dan belum dinamakan shalat Tarawih.
Menurut sebuah riwayat, pada suatu malam di bulan Ramadhan, Rasulullah keluar menuju masjid. Kemudian beliau shalat sunah di masjid, lalu berbondong-bondonglah para sahabat mengikuti shalat seperti shalatnya Rasulullah, Malam berikutnya Rasulullah melakukan hal yang sama dan diikuti para sahabat. Pada malam ketiga, beliau juga pergi ke masjid lagi, para sahabat yang ikut shalat jumlahnya bertambah banyak.
Kemudian pada malam keempat, Rasulullah tidak pergi ke masjid lagi, meskipun para sahabat sudah banyak yang menunggunya. Kemudian Isteri beliau, Aisyah bertanya kepada Rasulullah yang kemudian dijawab: "Aku melihat apa yang dilakukan oleh para sahabatku. Hanya saja aku takut jika hal ini (Shalat malam di bulan Ramadhan) justru diwajibkan atas umatku".
Mendengar jawaban demikian, maka para sahabat melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan (tarawih) sampai wafatnya Rasulullah dan di masa Khalifah Abu Bakar. Pada zaman Khalifah Umar bin khatthab, beliau kemudian memprakarsai untuk melaksanakan shalat Tarawih secara berjamaah agar lebih khusyu'. Umar berkata: "Sesungguhnya aku berpendapat, jika saja mereka dikumpulkan dalam satu imam tentu menjadi lebih baik.
Langkah penyeragaman dan pembakuan tata cara shalat tarawih yang dilakukan khalifah Umar bin Khathab ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Yakni, demi persatuan umat dan demi syiar agama Islam. Upaya yang dilakukan Umar diterima, disepakati dan diamalkan oleh para sahabat pada masa itu. Tidak pernah ada riwayat satupun yang menjelaskan di antara sahabat Raulullah yang mengingkarinya.
Pelaksanaan shalat Tarawih 20 rakaat dan Witir 3 rakaat selama bulan Ramadhan juga dilaksanakan generasi berikutnya. Para tabi'in, tabiit tabi'in, ulama generasi pertama, imam madzhab hingga para Walisongo dan para da'i yang menyebarkan Islam ke nusantara juga melaksanakan shalat Tarawih dan Witir seperti Umar bin Khattab.
Warga NU di Indonesia pada khususnya, dan penganut aliran sunni di seluruh dunia juga mengerjakan shalat Tarawih 20 rakaat dan Witir 3 rakaat. Termasuk jamaah shalat Tarawih di Masjidil Haram Makkah juga mengerjakan 20 rakaat ditambah witir 3 rakaat.
Pelaksanaan shalat Tarawih di Indonesia, ternyata tidak hanya di masjid dan mushalla saja. Tetapi, shalah Tarawih juga dilaksanakan di perkantoran, di kapal-kapal yang sedang berlayar di laut, di bandara, di stasiun, di pasar, di mall, di sekolah mapun di rumah sendiri-sendiri. Bahkan, para pejabat biasanya melaksanakan shalat Tarawih secara keliling (tarling) di tengah-tengah masyarakat.
Di sela-sela jama'ah shalat Isya', Tarawih atau Witir biasanya diselingi acara ceramah agama yang dikemas kuliah tujuh menit (kultum). Kiai yang menyampaikan ceramah bergiliran disesuikan dengan tema yang ditentukan panitia atau ta'mir masjid. Setelah shalat Tarawih dan Witir, biasanya dilanjutkan tadarus al Qur'an.
Pembakuan Shalat Tarawih 20 Rakaat dan Witir 3 Rakaat
Rasulullah Saw menganjurkan umat Islam untuk menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan dengan memperbanyak ibadah. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan shalat Tarawih dan Witir. Menurut riwayat Abu Hurairah Ra, Rasulullah mengungkapkan kelebihan shalat Tarawih dan Witir.
Artinya: "Abdullah bin Yusuf bercerita kepada kami, Malik mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Humaid bin Abdirrahman, dari Abu Hurairah Ra berkata, sesungguhnya Rasulullah bersabda: 'Barang siapa melaksanakan shalat di malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap ridha Allah, maka dosa-dosa yang telah lalu akan diampuni". Ibnu Syihab berkata, sampai wafat Rasulullah hingga masa khalifah Abu Bakar, pelaksanaan shalat tarawih dan witir masih sama, secara sendiri-sendiri. Ketika khalifah Umar bin Khatthab, pelaksanaan shalat tarawih dan witir di bulan Ramadhan berbeda dengan masa Rasulullah dan Abu Bakar, secara berjamaah." (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanakan ibadah shalat tarawih dari masa Rasulullah hingga masa khalifah Abu Bakar masih sama. Yaitu, shalat tarawih dikerjakan sendiri-sendiri oleh para sahabat, dan belum dilakukan secara berjamaah. Baru pada masa khalifah Umar bin Khatthab pelaksanaan shalat tarawih mulai menemukan bentuknya; Yakni, dikerjakan secara berjamaah dan jumlah rakaatnya 20 ditambah witir 3 rakaat.
Keputusan Umar bin Khatthab ini diamini oleh seluruh sahabat pada waktu itu termasuk Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Seluruh sahabat mengerjakan shalat tarawih dan witir secara berjama'ah selama bulan Ramadhan. Sedangkan mengenai jumlah rakaat salat tarawih adalah 20 rakaat ditambah tiga rakaat untuk shalat Witir. Hal ini sebagaimana penegasan riwayat berikut ini:
Artinya: Bercerita kepada kami dari Malik, dari Yazid bin Ruman berkata: 'Manusia pada masa khalifah Umar bin Khattab selama bulan Ramadhan mengerjakan shalat tarawih 20 rakaat dan witir 3 rakaat" (Imam Malik)
Dari keterangan di atas dapat diketahui, bahwa orang yang pertama kali membakukan jama'ah shalat Tarawih dengan 20 rakaat dan witir 3 rakaat adalah khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan pada masa Nabi Muhammad Saw, namanya belum shalat Tarawih dan cara mengerjakannya sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara berjama'ah. Sebagaimana keterangan dari Aisya Ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:
Artinya: "Dari 'Aisyah Ummil Mu'minin Ra, sesungguhnya Rasulullah Saw. keluar pada suatu malam hari di tengah malam, lalu shalat di dalam masjid, dan orang-orang shalat seperti shalatnya beliau. Kemudian beliau shalat pada malam berikutnya, maka semakin banyak orang yang shalat bersama beliau. Lalu orang- orang berkumpul pada malam ke-tiga, beliau kemudian shalat di masjid dan orang-orang shalat seperti beliau shalat dan pada malam ke-empat orang-orang berkumpul menunggu beliau, tetapi Rasulullah tidak keluar (untuk melaksanakan shalat) bersama mereka. Pada pagi harinya, Nabi bersabda: "Sesungguhnya aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam, dan tidak ada yang mencegah saya keluar bersama kalian, kecuali sesungguhnya saya khawatir jika shalat itu diwajibkan kepada kalian, sementara kamu tidak mampu" Hingga Rasulullah wafat, shalat tarawih masih seperti itu". (HR Bukhari Muslim)
Dari hadis di atas diketaui bahwa Rasulullah shalat di malam-malam Ramadhan (Tarawih) hanya tiga malam. Beliau tidak melaksanakan setiap malam karena khawatir shalat tersebut akan diwajibkan kepada umatnya. Beliau mengetahui kalau shalat malam tersebut sampai diwajibkan, maka umatnya akan keberatan melaksanakannya.
Rasulullah melaksanakan shalat Tarawih tersebut secara sendiri, tidak berjama'ah dengan para sahabatnya. Kondisi itu berlangsung hingga masa khalifah Abu Bakar. Baru kemudian di masa khalifah Umar bin Khattab, shalat Tarawih ditetapkan menjadi 20 rakaat dan dilaksanakan secara berjama'ah.
Umar juga menambah 3 rakaat shalat untuk ditambahkan dalam shalat Tarawih tersebut. Sehingga jumlah total rakaatnya ada 23.
Pahala Shalat Tarawih dan Witir
Tidak hanya puasa saja yang memiliki manfaat, shalat sunnah tarawih juga mempunyai manfaat atau faedah. Dalam kitab Durratun Nasihin karya Ustman bin Hasan bin Ahmad Sukr al-Khaubawae, dijelaskan tentang kemulyaan shalat tarawih selama Ramadhan. Seorang muslim yang melaksanakan shalat tarawih dari malam pertama hingga malam terakhir, akan mendapat beberapa hikmah atau fadhilah (kebaikan). Diantara fadhilah shalat tarawih yang disediakan Allah pada tiap malam adalah:
- Orang mukmin keluar dari dosanya pada malam pertama, seperti saat dia dilahirkan oleh ibunya.
- Pada malam kedua, ia diampuni dan juga kedua orang tuanya (diampuni dosa-dosanya), jika keduanya mukmin.
- Pada malam ketiga, seorang malaikat berseru di bawah 'Arsy: "Mulailah beramal, karena Allah telah mengampuni dosamu yang telah lewat"
- Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan (Al-Quran).
- Pada malam kelima, Allah memberikan pahala seperti pahala orang yang shalat di Masjidil Haram, Masjid Madinah (Nabawi) dan Masjidil Aqsha.
- Pada malam keenam, Allah memberikan pahala orang yang berthawaf di Baitul Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap batu dan cadas.
- Pada malam ketujuh, seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa dan kemenangan Beliau atas Fir'aun dan Haman.
- Pada malam kedelapan, Allah memberinya apa yang pernah Allah berikan kepada Nabi Ibrahim.
- Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah sebagaimana ibadahnya Nabi Muhammad Saw.
- Pada Malam kesepuluh, Allah mengkaruniai dia kebaikan dunia dan akhirat.
- Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia seperti saat ia dilahirkan.
- Pada malam keduabelas, ia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bagaikan bulan di malam purnama.
- Pada malam ketigabelas, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari segala keburukan
- Pada malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa ia telah melakukan shalat tarawih, maka Allah membebaskannya dari hisab pada hari kiamat.
- Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat dan para penanggung (pemikul) Arsy dan Kursi.
- Pada malam keenam belas, Allah tetapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka dan kebebasan masuk ke dalam Surga.
- Pada malam ketujuh belas, Allah berikan pahala seperti pahala para Nabi.
- Pada malam kedelapan belas, seorang malaikat berseru, "Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah ridha kepadamu dan kepada ibu bapakmu."
- Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajatnya dalam Surga Firdaus.
- Pada malam kedua puluh, Allah memberikannya pahala para Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang saleh).
- Pada malam kedua puluh satu, Allah membangunkan untuknya sebuah gedung dari cahaya.
- Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari setiap kesedihan dan kesusahan.
- Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangunkan untuknya sebuah kota di dalam surga.
- Pada malam kedua puluh empat, ia memperoleh 24 (dua puluh empat) doa yang dikabulkan.
- Pada malam kedua puluh lima, Allah Ta'ala membebaskannya dari azab kubur.
- Pada malam keduapuluh enam, Allah mengangkat pahalanya selama 40 tahun.
- Pada malam keduapuluh tujuh, ia dapat melewati Shirath pada hari kiamat, bagaikan kilat yang menyambar.
- Pada malam keduapuluh delapan, Allah mengangkat baginya 1000 (seribu) derajat dalam surga.
- Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala 1000 (seribu) haji yang diterima.
- Dan pada malam ketiga puluh, Allah berfitman: "Hai hamba-Ku, makanlah buah-buahan surga, mandilah dari air Salsabil dan minumlah dari telaga Kautsar. Akulah Tuhanmu, dan engkau hamba-Ku."
Post a Comment for "Pengertian, Sejarah dan Pahala Shalat Tarawih dan Witir"