Makalah Peranan Pendidikan Agama dalam Pembentukan Karakter
Daftar Isi [Tampilkan]
Makalah Peranan Pendidikan Agama dalam Pembentukan Karakter
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan semakin mengalami perubahan mengikuti transisi di segala bidang. Pendidikan yang baik menunjukan kualitas masyarakat didaerah tersebut. Namun tingkah laku dan moral masyarakat pun ikut mengalami pergeseran. Maraknya penodaan moral salah satunya disebabkan buruknya pendidikan. Pendidikan agama sebagai pelopor keilmuan memiliki potensi yang besar dalam menanggulangi pemerosotan individu. Pribadi agamis akan mampu meminimalisir akibat buruk dari arus perkembangan yang sangat deras. Karakter agamis sebaiknya dibentuk sejak masa anak hingga mempermudah perjalanan hidupnya kelak. Semakin maraknya perubahan dan penodaan moral semata-mata dimulai dari kurangnya akhlak atau karakter yang bersifat agamis pada diri seseorang. Seseorang yang mampu menanamkan jiwa agama dengan baik, maka ia dapat menjalani kehidupan multikultural dengan positif. Lain halnya apabila dia kurang berkarakter agamis maka akan dengan mudah melakukan akhlak negatif.
Karena itu kami akan menjelaskan pembentukan karakter melalui fungsi agama. Hal ini disebabkan karakter individu sangat dipengaruhi oleh apa yang diterima oleh tiap orang sejak masa kecilnya.
Orang berpendidikan belum tentu berkarakter yang agamis. Berkarakter agamis adalah sikap seseorang dimana ia selalu mentaati norma-norma agama.
Maka, seseorang yang telah mengaku dirinya berkarakter seharusnya memiliki kepribadian sebagai sosok yang selalu dapat memberi contoh kepada siapa di lingkungannya. Seperti taat dalam mejalankan ajaran agama, tawadhu, suka membantu, memiliki sifat kasih sayang, tidak suka menipu, tidak suka mengambil hak orang lain, tidak suka mengganggu dan tidak suka menyakiti orang lain.
Persepsi (gambaran) masyarakat tentang karakter agamis memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah karakter agamis itu hanya tercermin pada orang yang rajin menjalankan kewajiban agamanya. Padahal itu hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seseorang. Oleh karena itu standar karakter agamis yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana pengertian pendidikan agama dalam pembentukan karakter?
- Bagaimana peran pendidikan agama dalam pembentukan karakter?
- Bagaimana metode pendidikan agama dalam lingkup sekolah umum dan pondok pesantren?
- Bagaimana perbedaan pendidikan agama dalam lingkup sekolah umum dan pondok pesantren dalam pembentukan karakter?
C. Pokok Pembahasan
- Memahami pengertian pendidkan agama dalam pembentukan karakter.
- Mengetahui peran pendidikan agama dalam pembentukan karakter.
- Mengetahui metode-metode pendidikan agama dalam lingkup sekolah umum dan pondok pesantren.
- Membandingkan pendidikan agama dalam lingkup sekolah umum dan pondok pesantren dalam pembentukan karakter.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Agama dalam Pembentukan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Agama
Pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti melatih atau mengajar. Sedangkan menurut istilah, pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Agama berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tidak kacau atau teratur. Agama dapat membebaskan manusia dan kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya bahkan menjelang matinya. Menurut terminology agama adalah suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang agung.
Di dalam antropologi disebutkan bahwa kebudayaan (cara manusia bersikap, berfikir, dan bertindak), akan ditentukan oleh sesuatu yang diyakininya benar atau tidak. Jika telah menyangkut keyakinan, maka itu berarti telah menyangkut agama (dalam pengertian yang umum). Sedangkan didalam uraian diatas diketahui bahwa cara bersikap, berfikir, dan bertindak itulah inti dari karakter seseorang. Jadi, jelas bahwa agama merupakan hal yang amat berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang. Dari antropologi kita mengetahui bahwa agama adalah inti pembentukan karakter seseorang.
2. Pengertian Pembentukan Karakter
“ Karakter “ merupakan akar kata dari bahasa latin yang berarti dipahat (Mark Rutland:2009,3). Hakekat karakter ialah menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sementara Winnie, memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, apabila karakter erat keitannya dengan “personality”. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Pengertian karakter menurut para ahli:
1. Menurut Maxwell
Pengertian karakter sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan dengan sekedar perkataan. Lebih dari hal tersebut, karakter merupakan pilihan yang dapat menentukan sebuah tingkat kesuksesan dari seseorang. (baca juga: Kleptomania Dalam )
2. Menurut Wyne
Pengertian karakter menandai bagaimana teknis maupun cara yang digunakan dalam memfokuskan penerapan dari nilai-nilai kebaikan ke dalam sebuah tingkah laku maupun tindakan. (baca juga: Ciri-Ciri Pria Introvert Jatuh Cinta)
3. Menurut Kamisa
Pengertian karakter merupakan sifat kejiwaan, akhlak serta budi pekerti yang dimiliki seseorang yang membuatnya berbeda dibandingkan dengan orang lainnya. Berkarakater juga dapat diartikan sebagai memiliki sebuah watak serta kepribadian. (baca juga: Dampak Brokern Home Terhadap Anak
4. Menurut W.B Saunders
Pengertian karakter adalah sifat yang nyata serta berbeda yang mana ditunjukkan oleh seseorang. Jarakter tersebut dapat dilihat dari beragam macam atribut di dalam tingkah laku seseorang. (baca juga: Macam-Macam Trauma Psikologis)
5. Menurut Alwisol
Pengertian karakter adalah penggambaran dari tingkah laku yang dilakukan dengan memperlihatkan serta menonjolkan nilai, baik itu benar atau salah secara implisit maupun eksplisit. Karakter tentu berbeda dengan sebuah kepribadian yang memang di dalamnya tidak menyangkut nilai sama sekali. (baca juga: Jenis-jenis Gangguan Tidur)
6. Menurut Soemarno Soedarsono
Pengertian karakter merupakan sebuah nilai yang sudah terpatri di dalam diri seseorang melalui pengalaman, pendidikan, pengorbanan, percobaan, serta pengaruh lingkungan yang kemudian dipadupadankan dengan nilai nilai yang ada di dalam diri seseorang dan menjadi nilai intrinsik yang terwujud di dalam sistem daya juang yang kemudian melandasari sikap, perilaku, dan pemikiran seseorang. (baca juga: Gangguan Kepribadian Ambang)
7. Menurut Ryan & Bohlin
Pengertian karakter merupakan sebuah pola perilaku seseorang. Orang dengan karakter yang baik tentu saja akan paham mengenai kebaikan, menyenangi kebaikan, serta mengerjakan sesuatu yang baik pula. Orang dengan perilaku yang memang sesuai kaidah moral disebut sebagai orang yang berkarakter mulia. (baca juga: Gangguan Psikotik)
8. Menurut Imam Al-Ghajali
Pengertian karakter merupakan sifat yang mana tertanam di dalam sifat dan jiwa seseorang tersbeut. Sehingga akan secara spontan dan mudah sikap, tindakan, dan perbuatan tersebut akan terpencarkan. (baca juga: Teori Kepercayaan Diri)
9. Menurut Drs. Hanna Djumhana Bastaman M.Psi
Pengertian karakter merupakan bentuk dari aktualisasi diri serta internalisasi nilai serta moral yang berasal dari luar menjadi satu ke dalam bagian kepribadiannya.
10. Menurut Prof. Dr. H.M Quraish Shihab
Pengertian karakter merupakan himpunan pengalaman mengenai pendidikan dan sejarah yang kemudian mendorong kemampuan yang ada di dalam diri seseorang untuk bisa menjadi alat ukur ataupun sisi manusia untuk mewujudkannya. Baik itu dalam bentuk pemikiran, perilaku, sikap, serta karakter dan budi pekerti.
11. Menurut Kemedikbud
Pengertian karakter merupakan bentuk cara berpikir serta berperilaku seseorang yang nantinya akan menjadi ciri khasnya.
12. Menurut KBBI
Pengertian karakter dapat diistilahkan sebagai sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, akhlak yang dimiliki seseorang yang nantinya akan membedakan seseorang tersebut dengan orang lainnya.
13. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2008)
Pengertian karakter merupakan bawaan dari hati, jiwa, budi pekerti, kepribadian, sifat, tabiat, personalitas, temperamen, dan watak. Berkarakter dapat pula diartikan sebagai kepribadian, bersifat, berperilaku, berwatak, dan bertabiat. (baca juga: Macam-macam Halusinasi)
B. Peran Pendidikan Agama dalam Pembentukan Karakter
Untuk melihat peran pendidikan agama dalam pembentukan karakter, sekurang-kurangnya harus dibicarakan apa itu karakter dan apa inti pendidikan agama. Yang “inti” itulah yang besar dalam pembentukan karakter. Penting pula dibicarakan upaya yang harus dilakukan agar pendidikan agama itu berperan dalam pembentukan karakter. Karakter berkaitan dng kekuatan moral, berkontraksi”positif”, bukan netral. Orang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral pendidikan agama. Dengan demikian pendidikan agama sangat berperan penting dalam pembentukan moral positif untuk orang-orang. Untuk pembentukan karakter dalam agama islam sendiri memiliki banyak peran penting seperti:
- Pengembang potensi dasar agar berhati baik,berfikir baik, dan pastinya berprilaku baik pula.
- Memperkuat dan membangun perilaku seseorang yang multikultur.
- Meningkatkan peradaban yang kompetitif dalam setiap pergaulan.
Itulah bebrapa peran pembentukan karakter seseorang. Sangat pentingnya semua hal itu dalam beragama.
C. Metode Pendidikan Agama
1) Metode Pendidikan Agama dalam Lingkungan Sekolah
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakholders-nya (pemilik kepentingan) untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembang karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memilliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Karakter dikembangkan melalui tahapan pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feling atau perasaan (pengetahuan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral) (Zainal Aqib dkk, 2010: 9).
Ada dua pendapat tentang pembentukan atau pembangunan karakter. Di satu sisi, berpendapat bahwa karakter merupakan sifat bawaan dari lahir yang tidak dapat atau sulit diubah atau dididikkan. Di sisi lain, berpendapat bahwa karakter dapat diubah atau dididik melalui pendidikan. Lepas dari kedua pendapat tersebut, dapat dikaitkan pada pendapat yang kedua, yaitu bahwa karakter dapat diubah melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan ayat yang Artinya : “Sesungguhnya Allah SWT tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubahnya keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Ar-Ra’d: 11).
2) Metode Pendidikan di Pondok Pesantren
Metode dan teknik belajar yang diterapkan di pondok pesantren seperti yang diterapkan al-Qabisi adalah menghafal, melakukan latihan dan demonstrasi langkah-langkah penting dalam menghafal adalah didasarkan pada penetapan waktu terbaik yang dapat mendorong meningkatkan kecerdasan akalnya. Waktu istirahat adalah waktu yang amat penting untuk menyegarkan pikirannya. Tahap metode menghafal al-Qabisi sesuai dengan hadist nabi, yaitu dimulai dengan menghafal kalimat, memahami isinya, dan mengulangnya kembali.hubungan metode menghafal dengan pendidikan akal adalah dalam menghafal sesuatu tentu kita akan mengingatnya dalam memori kita,kemudian dalam hafalan tersebut sebagai konsep kita untuk berfikir da melatih akal kita ketika ada pengetahuan baru masuk ke otak kita. Al-Qabisi sangat menekankan kepada pengajaran dan pembelajaran al-Qur’an.
Misalnya,menghafal dan menulis al-qur’an menurutnya perlu memperhatikan pemilahan waktu yang sesuai.al-qabisi juga menekankan kepada metode belajar yang efektif yaitu dengan menghafal,membuat latihan dan demontrasi belajar secara hafalan adalah cara pengajaran yag baik. Apabila pelajar dapat memahami sesuatu pelajaran, ini akan membantu mereka untuk menghafal dengan baik.
Menurut al-qabisi menghafal adalah metode yang paling baik dan sesuai dengan sebagian pendapat yang menyatakan bahwa metode ini memerlukan tehnik pengulangan (drill), kecendrungan (al-mailu) dan pemahaman (al-faham) terhadap mata pelajaran.
D. Perbedaan Pendidikan Sekolah dan Pesantren
a.) Pesantren
Di tengah kondisi krisis nilai dalam bidang pendidikan, barangkali pesantren merupakan alernatif yang perlu dikaji dan dijadikan contoh menerapkan pendidikan nilai dalam pembentukan karakter santri. Bagi Pesantren Tebuireng dan PMD. Gontor, nilai-nilai pendidikan pesantren tidak hanya di dapat dalam proses belajar mengajar di kelas saja, melainkan juga dalam totalitas kegiatan dan kehidupan santri selama 24 jam penuh. Sistem seperti inilah yang diterapkan Pesantren Tebuireng dan PMD. Gontor sebagai sarana membentuk karakter santri. Penelitian ini bertujuan:
- Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Pesantren,
- Untuk mengetahui karakter santri,
- Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan pesantren dalam membentuk karakter santri, dan
- Untuk mengetahui Perbandingan implementasi nilai-nilai pendidikan pesantren dalam membentuk karakter santri pada kedua pesantren.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini menggunakan studi kasus. Kehadiran peneliti sebagai observasi partisipan dan kehadiran peneliti diketahui statusnya sehingga peneliti oleh subjek atau informasi secara terbuka diketahui oleh umum. Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data tentang nilai-nilai pendidikan pesantren, karakter santri dan implementasi nilai-nilai pendidikan pesantren. Sumber data dalam penelitian ini yaitu Pimpinan Pondok, Direktur, Para Ustadz, dan para santri, dokumen dan foto-foto. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data memakai analisis domain. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan perpanjang pengamatan, peningkatan ketekunan dalam peneliti, triangulasi, analisis lintas kasus dan member chek. Berdasarkan fokus penelitian, paparan data dan temuan serta analisis pembahasan, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Nilai-nilai pendidikan pesantren meliputi:
- Nilai-nilai pendidikan pesantren pada Pesantren Tebuireng, yang terangkum pada:
- Prasasti,
- Pinsip-prinsip Pesantren.
- Nilai-nilai pendidikan pesantren pada PMD. Gontor, yang terangkum pada:
- Pancajiwa,
- Motto Pondok,
- Orientasi,
- Sintesa Pondok,
- Falsafah Pondok.
- Karakter santri, meliputi:
- Karakter santri Pesantren Tebuireng, meliputi:
- Karakter Ikhlas,
- Karakter Jujur,
- Karakter Kerja keras,
- Karakter Tanggung jawab, dan
- Karakter Toleransi.
- Karakter santri pada PMD. Gontor, meliputi:
- Karakter Keikhlasan,
- Karakter Kesederhanaan,
- Karakter Kemandirian,
- Karakter Ukhuwah Islamiyah, dan
- Karakter Kebebasan.
- Implementasi nilai-nilai pendidikan pesantren dalam membentuk karakter santri pada Pesantren Tebuireng dan PMD. Gontor, melalui:
- Strategi implementasi nilai-nilai dan
- Area kegiatan santri.
- Perbandingan implementasi nilai-nilai pendidikan pesantren, dapat disimpulkan bahwa persamaannya, meliputi:
- Makna nilai-nilai pendidikan pesantren,
- Sumber lahirnya nilai-nilai pendidikan pesantren.
Sedangkan perbedaannya meliputi:
- Jenis nilai-nilai pendidikan pesantren, yang ditengarai disebabkan perbedaan dari latar belakang pendidikan pendiri pesantren
- Sistem pembelajaran sebagai area kegiatan implementasi nilai-nilai pendidikan pesantren. Sistem pembelajaran pada pesantren Tebuireng menggunakan sistem “Non Integrated” (Terpisah antara pendidikan sekolah/madrasah dengan pendidikan pesantren), sedangkan pembelajaran pada PMD. Gontor menggunakan sistem “Integrated”(ada kesatuan antara pendidikan madrasah dengan pendidikan pesantren).
Dan perbedaan ini berdampak pada perbedaan karakter santri pada masing-masing pesantren.
b.) Sekolah
Demi tercapainya pendidikan karakter yang berhasil di sekolah, tidaklah logis jika tuntutan itu hanya dialamatkan pada peserta didik. Tanggung jawab yang seharusnya lebih besar lagi justru terletak di pundak kita, para guru, karena bagaimana pun setiap peserta didik atau siswa yang kita bina akan melihat contoh nyata pelaksanaan karakter yang kita ajarkan tidak lain dari perilaku maupun perkataan kita sehari-hari. Oleh sebab itu, guru harus menjadi teladan atau pelaku pertama dari karakter yang diajarkan kepada setiap anak didiknya.
Selain keteladanan, guru juga harus menjalin relasi yang baik dengan orang tua peserta didik. Hal ini penting agar guru dapat bekerja sama dengan orang tua untuk memantau kekonsistenan perkembangan karakter peserta didik baik di sekolah maupun di rumah. Bisa terjadi suatu situasi di mana seorang peserta didik berkarakter baik di sekolah tetapi ketika siswa berada di rumah hal sebaliknyalah yang terjadi. Seorang siswa bisa menjadi anak yang sangat patuh terhadap guru di sekolah, tetapi menjadi anak yang sangat memberontak terhadap orang tua di rumah.
Untuk mencegah hal tersebut, guru dan orang tua harus saling bertukar informasi tentang perkembangan karakter anak didik. Kuesioner adalah cara sederhana yang dapat digunakan oleh guru untuk mendapatkan informasi dari orang tua tentang perkembangan karakter anak didiknya di rumah. Kuesioner tersebut berisikan pertanyaan-pertanyaan sederhana berkaitan dengan karakter yang dipelajari anak di sekolah dan orang tua bertugas untuk memberikan jawaban dalam kaitan pelaksanaan karakter tersebut oleh anak di rumah. Informasi dari orang tua yang didapat oleh guru dapat dijadikan salah satu pertimbangan untuk memberikan penilaian terhadap perkembangan karakter anak didik yang bersangkutan. Di samping orang tua, guru juga dapat meminta setiap peserta didiknya untuk menilai perkembangan karakter temannya satu sama lain. Dengan menggabungkan informasi dari orang tua, siswa, maupun dari guru sendiri maka penilaian perkembangan karakter yang diberikan oleh guru kepada setiap peserta didiknya akan lebih obyektif.
Bila pendidikan karakter di sekolah dapat berjalan sebagaimana mestinya, setiap peserta didik bukan hanya berkembang dalam hal perilaku moral atau karakternya saja tetapi berdampak juga pada perkembangan akademisnya. Pernyataan ini didasari pada dua alasan. Pertama, jika program pendidikan karakter di sekolah mengembangkan kualitas hubungan antara guru dan anak didik, serta hubungan antara anak didik dengan orang lain, maka secara tidak langsung akan tercipta lingkungan yang baik untuk mengajar dan belajar. Kedua, pendidikan karakter juga mengajarkan kepada siswa tentang kemampuan dan kebiasaan bekerja keras serta selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam proses belajar mereka (Thomas Lickona, 2004).
Setelah melihat pentingnya dan juga manfaat yang bisa diperoleh dari pendidikan karakter di sekolah, alangkah baiknya jika setiap jenjang sekolah yang ada di Indonesia menjadikan pendidikan karakter sebagai salah satu strong point atau pilar kekuatan sekolah. Apalagi, saat ini sekolah lebih leluasa untuk menyusun kurikulumnya sendiri. Namun, untuk mewujudkannya diperlukan komitmen bersama yang kuat baik dari pihak sekolah (guru), orang tua, dan siswa yang bersangkutan.
BAB III PENUTUPAN
A. Simpulan
- Pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti melatih atau mengajar. Sedangkan menurut istilah, pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
- Karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan. Dan Karakter berkaitan dng kekuatan moral, berkontraksi”positif”, bukan netral. Orang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral pendidikan agama. Dengan demikian pendidikan agama sangat berperan penting dalam pembentukan moral positif untuk orang-orang.
- Metode pendidikan yang dilakukan disekolah menerapkan pengembangan pendidikan melalui tahapan pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Sedangkan pada tahap pesantren metode yang digunakan adalah dengan caramenghafal, melakukan latihan dan demonstrasi langkah-langkah penting dalam menghafal adalah didasarkan pada penetapan waktu terbaik yang dapat mendorong meningkatkan kecerdasan akalnya.
- Perbedaan pendidikan agama dalam pembentukan di pondok pesantren dan pendidikan di sekolah adalah, jika pendidikan di pesantren itu menjadi penekana utama dan jika di sekolah hanya menjadi sebuah kurikulum pembelajaran yang ditetapkan oleh kementrian, bukan mejadi hal yang utama
Daftar Pustaka
Arif, Mahmud, 2008. Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta, LKIS Yogyakarta
https://www.kajianpustaka.com/2017/08/pengertian-unsur-dan-pembentukan-karakter.html
https://www.researchgate.net/publication/320944837_Pelaksanaan_Pendidikan_Karakter_dalam_Pembelajaran_PAI_di_SMK_Hasanah_Pekanbaru
https://pndkarakter.wordpress.com
Post a Comment for "Makalah Peranan Pendidikan Agama dalam Pembentukan Karakter"