Hisab dan Rukyat serta Penerapannya dalam Menentukan Awal Bulan Qomariyah
Hisab
Hisab secara etimologi artinya menghitung (‘adda), kalkulasi (ahsa), dan mengukur (qaddara). Hisab yang dimaksud dalam hal ini adalah menghitung pergerakan posisi hilal di akhir bulan-bulan Qamariyah untuk menentukan awal-awal bulan, khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dengan menggunakan alat-alat hitung.
Jenis hisab dalam ilmu falak meliputi perhitungan astronomis khusus menyangkut posisi bulan dan matahari untuk mengetahui kapan dan di permukaan mana peristiwa astronomis itu terjadi. Hisab pada awalnya hanya digunakan untuk menentukan awal bulan Qamariyahh saja, namun seiring maju pesatnya ilmu pengetahuan, ilmu hisab juga ikut terus berkembang.
Juga digunakan untuk hisab yang masih ada kaitannya dengan ibadah, misalnya hisah waktu shalat dan imsakiah, hisab arah kiblat, hisab gerhana bulan, dan gerhana matahari, hisab konversi penanggalan Hijriyah-Masehi, hisab visibilitas hilal dari sebuah tempat, dan hisab bayang kiblat.
Hisab sebagai pendukung rukyat, bukan sebagai dasar penentuan awal bulan Qamariyah. Ilmu hisab termasuk ke dalam kelompok Sains atau ilmu pengetahuan alam, maka berlaku ketentuan-ketentuan dari keilmuannya itu. Artinya dapat berkembang secara kontinyu sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Observasi objek-objek langit akan terus dilakukan oleh ahli-ahlinya, sehingga akan berkembang pula ilmu hisab Yang semakin tinggi tingkat akurasinya. Menurut NU, penggunaan hisab hanyalah sebagai alat bantu bagi rukyat. Tujuannya supaya rukyat yang dilakukan lebih berkualitas. Laporan hasil rukyat dapat ditolak jika menurut hisab saat itu hilal tidak mungkin dirukyat. Ilmu hisab dapat digunakan untuk kesempurnaan memahami, menghayati dan mengamalkan nash tentang rukyatul hilal.
Rukyat
Rukyat secara etimologis berarti "melihat", yaitu bermakna melihat dengan mata (bi al-‘ain), ada pula yang memaknai melihat dengan ilmu (bi al-'ilm). Arti yang paling umum adalah melihat dengan mata kepala. Secara umum rukyat dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hilal, sesuai Sunnah Nabi rukyat dilakukan dengan mata telanjang.
Sedangkan rukyat yang dimaksud dalam hal ini adalah rukyat di kalangan NU, yakni melihat hilal secara langsung (tanpa atau dengan alat bantu optik) diakhir bulan Sya'ban atau akhir bulan Ramadhan untuk menentukan tanggal 1 Ramadhan atau tanggal 1 Syawal.
Mengutip pendapat dari Imam Muhammad Bakhith al-Muthi'i, ulama bermadzhab Hanafi yang mengatakan bahwa pengertian rukyat yang cepat dipahami adalah melihat bi-al fi'li, artinya benar-benar dengan mata. Hal ini karena mudah dilakukan Oleh semua orang. Cukup banyak al-Hadis yang menyebutkan tentang rukyah al-hilal terkait dengan penetapan bulan Ramadhan dan Syawal.
dalam memulai dan mengakhiri puasa dan hari raya, hanya dengan rukyah al-hilal saja. Yaitu terlihatnya hilal di awal Ramadhan dan Syawal sesuai dengan keumuman dan keliteralan dari al- Hadis diatas. Dengan kriteria, jika awan dalam keadaan cerah pada saat matahari terbenam tanggal 29 Sya'ban, maka esok harinya adalah awal puasa. Demikian pula jika hilal terlihat pada tanggal 29 Ramadhan, esok harinya adalah hari raya dan rukyah al-hilal mutlak dilakukan.
Namun jika terdapat penghalang yang menutupi hilal, seperti mendung, maka pelaksanaan puasa dan atau hari raya harus ditunda sehari dengan menggenapkan (isti'mal) bilangan bulan Sya'ban dan atau Ramadhan menjadi 30 hari.
Metode rukyat dilakukan setiap tanggal 29 bulan Hijriyah yang sedang berjalan, mendasarkan masuknya tanggal 1 bulan berikutnya pada penampakan bulan sabit (hilal) yang terlihat setelah konjungsi terjadi. Jika setelah terbenamnya matahari pengamat mendapati sosok hilal di ufuk barat, maka malam itu dianggap sudah masuk tanggal 1 bulan baru.
Dalam astronomi dikenal istilah konjungsi, istilah lainnya adalah bulan baru (new moon), ijtima', iqtiran, dalam bahasa jawa disebut pangkreman, yaitu peristiwa yang mengawali terjadinya perubahan tanggal dalam kalender Hijriyah, yakni bila posisi matahari, bulan dan bumi berada pada garis bujur astronomi yang sama. Posisi ini terkadang juga menyebabkan terjadinya gerhana matahari.
Dalam penerapan rukyat, terdapat keberagaman di kalangan fuqaha’ dalam hal berapa jumlah minimal orang yang melihat hilal tersebut:
a. Hanafiyah
Hanafiyah menetapkan jika dalam keadaan cerah dengan rukyat kolektif (ru'yah al-jama'ah) dan tidak mengambil kesaksian orang per orang menurut pendapat yang rajih, dengan alasan, dalam keadaan cerah tentu tidak ada penghalang bagi seseorang untuk tidak dapat melihat hilal sementara yang lain melihatnya.
Namun apabila hilal dalam keadaan tidak memungkinkan untuk dilihat, cukup kesaksian satu orang dengan syarat beragama Islam, adil, berakal dan dewasa.
b. Syafi'iyah dan Hanabilah
Syafi'iyah dan Hanabilah; menetapkan minimal dengan kesaksian satu orang, baik cuäca dalam keadaan cerah maupun ada penghalang, dengan catatan perukyat/observer (al-ra'i) beragama Islam, dewasa, berakal, merdeka, laki-laki dan adil. Selanjutnya kesaksian tersebut harus dipersaksikan didepan qadi atau pemerintah.
c. Malikiyah
Malikiyah; menetapkan dengan tiga kriteria, yaitu: rukyat kolektif, rukyat satu orang yang adil, rukyat dua orang adil.
Pelaksanaan rukyah al-hilal sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia, diyakini sudah dilaksanakan semenjak agama Islam masuk di kepulauan nusantara. Semula pelaksanaannya dilakukan secara spontanitas oleh umat Islam dengan dipandu oleh para ulama dan pemirnpin keagamaan lainnya.
Setiap tanggal 29 Sya'ban dan tanggal 29 Ramadhan, umat Islam beramai-ramai pergi ke bukit-bukit atau pantai-Pantai untuk bersama menyaksikan hilal di ufuk barat saat matahari terbenam. Rukyat merupakan tradisi sekaligus ciri NU dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Tegasnya, rukyat merupakan landasan utama bagi NU dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan.
Rukyat atau pengamatan hilal akan menambah kekuatan iman. Pengamatan terhadap benda-benda langit termasuk bulan adalah bagian dari melaksanakan perintah untuk memikirkan ciptaan Allah agar lebih dalam mengetahui kemahabesaran Allah, sehingga memperkuat iman. Rukyat mempunyai nilai ibadah jika digunakan untuk penentuan waktu ibadah seperti puasa Ramadhan, ‘id, gerhana, dan lain-lain.
Rukyat adalah ilmiah, pengamatan/penelitian/observasi terhadap benda-benda langit inilah yang melahirkan ilmu hisab, tanpa rukyat tidak akan ada ilmu hisab.
Post a Comment for "Hisab dan Rukyat serta Penerapannya dalam Menentukan Awal Bulan Qomariyah"